Pedagang di Pasar Grosir Batik Setono Kota Pekalongan Mengeluh Sewa Kios Naik Tak Wajar

Para pedagang di Pasar Grosir Batik Setono mengeluhkan biaya sewa yang naik tidak wajar dan sepihak di tengah kondisi pasar yang sedang mengalami lesu dan sepi, Kamis (6/6).

PEMBURUNEWS.COM, KOTA PEKALONGAN – Sejumlah pedagang di Pasar Grosir Batik Setono, Kota Pekalongan mengaku resah dengan kenaikan biaya sewa kios yang dianggap memberatkan dan tidak wajar. Para pedagang batik tersebut mengeluh penetapan besaran uang sewa dilakukan secara sepihak.

“Kami di sini sebenarnya sangat keberatan dengan kebijakan pengurus koperasi menaikkan uang sewa tanpa musyawarah dan sosialisasi terlebih dahulu,” ungkap M salah satu pedagang, Kamis (6/6/2024).

Ia mengatakan para pedagang tiba-tiba saja disodori kertas berisi rincian biaya yang harus dibayar dan ditandatangani oleh pedagang tanpa bisa komplain maupun meminta keringanan lantaran pengurus koperasi selalu menolak negoisasi tanpa memberikan alasan.

Di mata pedagang, pengurus dianggap ketus dan arogan tanpa mau mendengar keluh kesah para pedagang yang kondisinya sedang sepi serta mengalami penurunan omset lantaran dari tahun ke tahun. Sementara tiap tahun uang sewa kios mengalami kenaikan yang tidak wajar.

“Mereka (pengurus) itu sak klek, kalau ngomong nusuk di hati seperti ‘kalau masih pingin dagang ya nurut kalau tidak ya sudah atau mau ndak segitu, kalau nggak mau ndak usah di sini’ intinya mereka itu sangat arogan,” bebernya.

M menjelaskan kenaikan uang sewa yang tidak wajar itu seperti dari Rp 5 juta menjadi Rp 7 juta dan hal tersebut berlangsung tiap tahun. Ia mencontohkan pada 2021 uang sewa Rp 3,75 juta lalu pada 2022 naik jadi 4 jutaan dan Rp 5 juta pada 2023. Sedangkan di 2024 melonjak menjadi Rp 7 juta.

“Pada saat pandemi Covid-19 menjadi masa yang paling sulit bagi para pedagang, namun ketika mengajukan keringanan kepada pengurus tidak digubris bahkan diminta angkat kaki kalau dengan alasan masih banyak yang membutuhkan tempat,” cetusnya.

Ia juga mengungkap perlakuan pengurus yang tidak manusiawi seperti telat membayar uang sewa maka kios akan langsung digembok. Pihak pengurus hanya memberikan toleransi satu bulan, setelah itu kalau belum dibayar akan langsung disegel kiosnya.

M mengaku kondisi pasar sedang lesu dan sepi. Tiap harinya terkadang tidak ada transaksi, omset rata-rata perhari Rp 500 ribu saja sudah bagus. Kalau di akhir pekan sedikit tertolong karena omset yang diraih ada kenaikan.

“Intinya itu kita sangat terbebani dengan bedaran uang sewa. Sudah beli kiosnya mahal hingga tembus 150-200 juta, masih harus membayar uang sewa yang tiap tahunnya naik terus. Kalau biaya bulanan maupun ada acara atau even masih wajarlah,” katanya.

Kondisi yang dihadapi para pedagang di Pasar Grosir Batik Setono dibenarkan oleh anggota Koperasi Pengusaha Batik Setono (KBBS), A yang juga mengaku sebagai pedagang di tempat yang sama sehingga bisa ikut merasakan seperti pemilik kios lainnya.

“Bagi saya dengan adanya kenaikan tarif sewa kios itu justru bagus untuk anggota koperasi karena jelas deviden yang diterima bakal naik, namun bagi pedagang itu memang tidak wajar karena saya juga merasakan hal yang sama. Sayangnya masukan kami kepada pengurus koperasi tidak pernah digubris,” tukasnya.

A mengaku tidak mengetahui dasar penghitungan tarif sewa yang diberlakukan pengurus kepada para pedagang karena dirinya sebagai anggota koperasi saja tidak diajak rembug apalagi para pedagang.

“Saya berani mengatakan itu karena sudah bolak balik ke pengurus tapi tidak ada hasilnya. Jadi saya paham betul kondisi teman-teman pedagang ini,” tutupnya. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *